Proses pernambangan yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia adalah dengan Ektensifikasi dan Intensifikasi lahan. Ektensifikasi lahan dilakukan dengan merubah fungsi hutan menjadi lahan pertambangan baru, sedangkan intensifikasi dilakukan dengan menggali lebih dalam dan lebar pada sekukan yang sudah ada.
Pada pertambangan Grasberg cara menambangan menggunakan Cebakan tipe porfiri mempunyai dimensi besar dan kadar relatif rendah sehingga atas pertimbangan keekonomian, penambangan hanya dapat dilakukan dengan cara tambang terbuka (open pit mining) (Gambar 1:A). Cebakan ini berdimensi sangat besar, dengan sebaran bijih ke arah lateral bisa mencapai satu kilometer atau lebih, dan sebaran lebih dari satu kilometer ke arah vertikal; sehingga pit (lubang tambang) yang dibuat mempunyai lebar lebih dari dua kilometer, kedalaman penambangan disesuaikan dengan sebaran bijih ekonomis yang dapat diambil (Gambar 1:B).
Karena penambangan dilakukan dengan cara menggali dan memindahkan material dalam jumlah sangat besar, maka Tambang Grasberg mengoperasikan peralatan-peralatan berteknologi tinggi berukuran raksasa dan berkapasitas angkut sangat besar. Oleh karena sangat besarnya material yang dipindahkan, maka diperlukan lahan luas dan secara teknis aman untuk penampungan bijih (stock pile), limbah tambang (waste) yang ikut tergali, serta ampas pengolahan (tailing) (Warta Geologi, 2008).
2.1 Karakteristik Kerusakan Lahan
Alih fungsi hutan sebagai lahan pertambangan oleh PT. FI menimbulkan gundulnya hutan di daerah papua, akibatnya berbagai masalah timbul ketika musim penghujan. Penggundulan hutan menyebabkan daerah resapan air hilang dan sehingga berpotensi mengalami erosi jika musim penggujan.
Masalah lain adalah dengan diintensifkan proses penambangan pembentukan lahan baru dan pembukaan galian baru sangat menggangu keseimbangan fungsi tanah sebagai penahan air. Dengan kelerengan yang begitu terjal sudah jelas bahwa pertambangan ini berpotensi besar untuk erosi dan akhirnya longsor (Gambar 2).
Erosi terjadi karena tanah yang lapuk dan mudah mengalami penghancuran, sehingga top soil yang merupakan tanah subur terkikis dan terbawalaju air hujan. Permasalahan yang dialami pada lahan pertambangn ini disebabkan oleh kemunduran sifat-sifat kimia dan fisik tanah, yakni:
1.Kehilangan unsur hara dan bahan organik.2.Menurunnya kapasitas infiltrasi dan kemampuan lahan menahan air.
3.Meningkatnya kepadatan dan ketahanan penetrasi lahan.
4.Berkurangnya kemantapan struktur lahan yang pada akhirnya .
5.Kelerengan yang begitu terjal
6.Hilangnya canopi dan cover crop
2.2 Permasalahan Kerusakan Lahan
Erosi atau longsor yang terjadi di daerah pertambangan PT. FI telah terjadi beberapa kali dengan berbagai korban jiwa. Erosi yang terjadi di daerah lahan pertambangan disebabkan oleh beberapa hal berikut seperti:
1.Alih fungsi hutan sehingga hutan gundul2.Kelerengan yang begitu terjal/ miring.
3.Menggunakan alat-alat berat sehingga terjadi kepadatan tanah yang semakin tinggi
4.Penggalian cekungan-cekungan baru yang begitu dalam dan luas.
5.Lahan tidak dibuat tanggul pasangan sebagai penahan erosi.
6.Pada permukaan lahan yang berlumpur digunakan untuk pengembalaan liar sehingga lahan atas semakin rusak